Apa yang Anda pikirkan tentang blog ini?

Selasa, 28 Februari 2012



C
atatan Cinta Seorang Mualaf
Pesan seorang sahabat : “Semoga Cerita ini bisa menjadi inspirasi semua wanita untuk tetap kuat dan tidak merasa sendiri. Makasih.”

Saat Cinta Menemukanmu....

Saya bertanya , Di manakah cinta menemukanmu?

“Saya kenal dengan suami saya secara tidak sengaja, mbak.  Waktu itu saya sedang berada di depan gereja selesai misa.  Suami berdiri tidak jauh, ternyata ia sedang menunggu temannya yang ikut kebaktian hari sabtu .  kebetulan gereja dengan masjid dekat, hanya saling berseberangan.  Waktu itu saya masih beragama katolik.”  Ujar seorang yang tenyata memiliki nama Lisa.

“Sejak awal kesadaran adanya konsekuensi dari perbedaan agama, bukan tidak disadari.  Tetapi pertemuan pertama itu menumbuhkan rasa sayang yang ajaib.  Serta merta, begitu tiba-tiba”.

Saya ingat penah bertanya kepadamu, apakah yang menarik dari sosok lelaki muslim yang ditemui satu siang di depan gereja itu?  Ada cinta jawabmu.

“Yang menarik hati saya pada waktu itu rasa sayang, sikapnya yang lemah lembut dalam berbicara, tutur kata yang sangat sopan, sangat ngemong, dan perhatian yang saya dapatkan darinya, ekspresi yang tidak saya dapatkan dari Papa.  Bukan karena Papa tidak sayang, tetapi karena Papa selalu sibuk dengan pekerjaannya. Bisa dibilang Papa sangat gila kerja. Nyaris tidak ada waktu buat keluarga

Maklum, Mbak. Dalam keluarga kami jarang ada komunikasi, seperti kebanyakan orang keturunan. Papa dan Mama sayang tetapi selalu bersifat otoriter dan jarang sekali mengajar anaknya bicara atau hanya sekedar bercanda.
Saya sangat membutuhkannya, Mbak.  Begitu membutuhkan sampai saya takut akan kehilangannya.”

Hmm.. Bayangkan kontrasnya dengan sosok Papa, telah membuatmu merajut harapan terhadap laki-laki itu.  Sikap perhatian, kasih sayang dan kelemahlembutannya menimbulkan perasaan nyaman yang membuatmu merasa butuh berada disisinya.  Hanya tiga bulan, enam kali pertemuan.. bulat sudah keputusanmu untuk menikah dengan laki-laki yang sifat-sifat baiknya telah memenangkan hatimu.  Hari-hari setelah itu pun penuh dengan kemesraan yang memabukkan.  Sesuatu yang kau kira tidak akan pernah berakhir....

Usia Pernikahan Mempengaruhi Kemesraan

Saya tanya kembali, benarkah usia pernikahan mempengaruhi kemesraan?

“Usia pernikahan memang mempengaruhi kemesraan.  Sebab apa yang saya alami sekarang setelah sembilan tahun menikah, begitu jauh dbandingkan tahun-tahun pertama menikah.
Satu sampai tiga tahun pernikahan, kami hidup dengan tenang walaupun hanya pas-pasan.  Meski saat itu kami hanya makan nasi dengan garam karena pada saat awal menikah suami baru lulus dan langsung ditempatkan di daerah yang sangat terpencil.  Uang gaji pun dirapel sampai enam bulan.  Tapi untunglah, Mbak, saya bukan anak yang manja apapun keadaan suami saat itu saya terima ikhlas.  Yang terpenting suami mencintai dan penuh kasih sayang”.

Lalu apa yang terjadi setelah itu?  Bagaimana bisa suami yang dulu mati-matian berjuang mendapatkan cintamu, bahkan berhasil meyakinkanmu untuk berpindah keyakinan...  ini bukan perkara mudah, tiba-tiba menjelma sosok asing yang dingin dan tanpa kasih? 

Padahal upaya keras dan semua pengorbanan yang telah dilakukan, agar Mama Papa merestui pernikahan kalian.  Betapa sakit menghadapi pendar kecewa di mata Papa karena anaknya memutuskan meninggalkan kepercayaan yang dianutnya hingga lebih dari dua puluh tahun ini.  Lalu airmata yang tumpah saat bersimpuh dikaki mama dan butiran bening yang terasa saat Mama memelukmu.  Keduanya tak mampu berbuat apa-apa, kalah oleh cinta kasih yang diperjuangkan dengan sungguh-sungguh oleh putri mereka.

“Memang saya akhirnya masuk Islam, Mbak.  Agar selangkah dengan suami, sebab suami tidak ingin dalam satu kapal yang ia nakhodai ada dua nahkoda.  Ia tidak mau setelah pernikahan nanti ada dua agama dalam satu rumah tangga.

Nah itulah, Mbak yang membuat saya yakin dan akhirnya bersedia masuik Islam, pada 26 Oktober.  Sehari setelahnya saya dikhitan, dan pada 28 oktober 1998 saya pun menikah.”

Kapan Ujian Itu Dimulai?

“Di tahun keempat suami saya dipindahtugaskan ke daerah dan menjadi orang penting di pemerintahan daerah... saya tidak mengerti kenapa tiba-tiba koko, begitu panggilan sayang saya terhadapnya karena saya masih memiliki darah Chinese, seolah menjelma seorang monster yang selalu berbohong, egois... dan banyak lagi, Mbak..

Mungkin dia capek.

Mungkin dia banyak masalah di kantor.

Mungkin kepalanya pening dan stres saking banyaknya tuntutan atasan.

Mungkin dia sedang membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan proyek dan harus lebih sering berada di kantor...”

Saya membayangkan perasaanmu yang awalnya berusaha menafikkan perubahan yang terjadi, sebagaimana yang biasa dilakukan istri-istri pada umumnya.  Prasangka baik yang membuat kaum perempuan kadang menjadi kurang peka melihat perubahan sikap suami.

Prasangka baik memang harus ditumbuhkan dalam upaya menjadi istri salihah sebagai upaya untuk membahagiakan pasangan yang menginginkan istrinya lebih pengertian.  Prasangka baik agar kaum perempuan, tidak dicap pencemburu, dibandingkan dengan istri-istri rekan sekantor suami yang lebih santun, penurut, tidak rewel dan bawel.  Semua itu demi cinta, seluruh prasangka buruk dibuang jauh-jauh demi bakti seorang istri.

“Waktu itu saya selalu ditinggal, Mbak.  Koko sering tidak pulang.  Alasannya menemani pejabat keluar kota.  Selalu ada saja alasannya.  Tetapi saya berusaha untuk percaya dan memaklumi kesibukannya.  Toh, dia bekerja untuk kebaikan keluarga kami.

Perselingkuhan pertama, Mbak... Saya melihat dengan mata kepala sendiri.  Saat dengan perut yang mulai membesar karena hamil enam bulan, koko berboncengan dengan perempuan lain!  Saya tidak ingin cemburu.  Mungkin salah lihat.. mungkin bukan dia.  Mungkin teman itu teman sekantor dan mereka harus bergegas untuk urusan pekerjaan.  Tapi jika itu jawabannya, kenapa saat saya menelepon suami tidak diangkat-angkat?  Baru pada telepon ketiga bisa dihubungi.  Tanpa ragu koko mengatakan saat itu dia sedang berada dikantor.  Sementara orang-orang di kantor tegas-tegas menyatakan dia sedang diluar kantor.

Saya berharap itu hanya kebetulan.  Saya berusaha melupakan dan menganggapnya perkara kecil.  Tetapi diam-diam saya berdoa agar apa yang terjadi tak seburuk dugaan saya.  Saya berjuang agar tetap menerimanya dengan tangan terbuka dan penuh kasih setiap dia pulang kantor.  Dalam titik iman yang tidak seberapa saya punya saya pun meminta kepada-Nya, agar ketika saya tidak bisa menjaga, Allah mampu menguatkan iman suami dan menjauhkannya dari godaan perempuan lain.”

Setelah Ananda Lahir, berubahkah kehidupanmu?

“Ayunda lahir, anak emas kata dokter.  Sebab baru di usia pernikahan yang keempat, dia hadir dalam kehidupan kami.
Saya baru tahu sekitar delapan bulan lalu, saat itu kami sedang bertengkar, Mbak.  Entah apa masalahnya, saya lupa. Tapi setela pertengkaran dia bertanya, “Yang maaf .. Koko mau tanya. Apa Ayunda benar-benar anak Koko?”

Mungkin klise, tapi saya seperti disambar petir menerima kenyataan itu.  Menurut Koko sudah dari dulu hal itu ingin ditanyakan. Tetapi waktu saya hamil, dia takut saya berbuat nekat.  Makanya baru dilontarkan saat kami bertengkar.
Saya pandangi wajah Ayunda yang tertidur.  Ananda, buah cinta kami.. tampak polos, menggemaskan, dan membuat jatuh sayang.  Bagaimana bisa Koko meragukan anak kami? Dengan menangis saya ambil Al Qur’an dan bersumpah di atasnya, bahwa Ayunda benar darah dagingnya.”

Ah, apalagi ini?  Sindrom ketidaksiapan seorang Ayah kah? Namun kenapa baru dilontarkan ketika anak itu berusia lebih dari lima tahun?  Semua kecurigaan saat masih mengandung dan saat engkau temukan kebenaran melalui pesan-pesan mesra yang mengisi ponsel suami mu, malah semakin menjadi-jadi?  Meski dengan keberanianmu menanyakan kepada suami, justru malah tuduhan yang didapat atas ketidakrasionalan dan pencemburunya dirimu yang tersulut karena SMS, yang seharusnya tidak dipermasalahkan.  Kamu bahkan rela secara diam-diam membawa Ayunda test darah lengkap di rumah sakit.  Sungguh perjuangan seorang ibu yang sepenuhnya bisa saya pahami.

“Kondisi saya yang masih lemah karena belum lama melahirkan kala itu, kala itu semakin bertambah lemah.  Hati rasanya hancur mengetahui suami memanggil perempuan lain dengan sebutan sayang.  Koko bilang, perempuan itu hanya teman biasa.  Saya bertanya lagi, kalau memang teman biasa, kenapa harus pakai sayang?  Kami bertengkar dan lagi-lagi saya harus mengalah, mencoba melupakan kejadian itu.

Berangsur sikap sabar Koko menghilang, Mbak.  Berganti kekasaran.  Lambat laun sikapnya tidak lagi suami terhadap istri, melainkan pembantu.  Jika salah sedikit, lupa sedikit, salah meletakkan barang, berbagai caci maki meluncur dari lisannya yang dulu hanya mengeluarkan kalimat manis.  Kata-kata ‘bodoh, biadab, dan binatang’ bisa dengan mudah terlontar dari mulutnya.  Beberapa kali pernah dia berkata ‘untuk apa punya istri seperti ini jika tidak ada gunanya?’

Padahal persoalannya sering sepele.  Kesibukan mengasuh si kecil membuat saya lupa menyiapkan keperluannya dengan sempurna; pakaian, braso lencana, lupa memasang papan nama di bajunya... atau terlewat menyemir sepatunya.

Di rumah tidak ada yang membantu.  Jadi semua saya lakukan sendiri.  Kadang pada saat yang sama Ayunda yang sedang aktif-aktifnya juga meminta perhatian.  Suami tidak mengerti...
Bahkan seorang pembantu masih menerima penghargaan dengan dibayar jasanya.  Sedangkan saya? Makin lama saya merasa semakin tidak berdaya. Hancur.  Bisakah Mbak membayangkan perasaan saya?

Untuk menambah pemasukan, karena semakin sulit meminta uang dari suami, saya usaha bikin kue kecil-kecilan, Mbak.  Untungnya tidak seberapa, tapi suami selalu merasa saya banyak uang.  Akibatnya bila saya meminta uang untuk membayar SPP si kecil, atau ongkos dan belanja, suami cepat kesal dan marah.  Saejak awal saya memang tidak pernah diberikan amplop gaji suami.  Jadi selama ini kalau butuh, baru minta.  Sebenarnya malu, Mbak... menadahkan tangan terus tapi apa boleh buat?

Belakangan suami sering mengeluh tidak punya uang.  Anehnya kalau untuk keperluannya seperti jalan-jalan dan harus rental mobil dengan teman-temannya, suami tidak pernah kekurangan uang.  Tetai untuk saya dan ananda sulit sekali keluar dari kantungnya.  Kalaupun memberi seperti tidak ikhlas.

Bukan maksud saya mengeluh terhadap hal-hal yang kecil dan tidak bersyukur.  Tapi kadang iri terhadap ayah-ayah lain yang begitu terlibat terhadap anak-anaknya.  Sedang suami?  Susah sekali diminta mengantar si kecil ke sana kemari, tapi jika ada temannya yang menelepon dan minta ketemu, capek dan alasan lainnya langsung hilang.  Dia bisa dengan cepat berangkat entah kemana.  Kebetulan kami tinggal di rumah dinas yang dekat kantor hanya berjarak 3-4 meter, Mbak..

Seiring sikap kasar yang bertambah, suami juga semakin perhitungan tentang uang dan tuturmu?  Saya tidak tahu apa ini gejala yang sama yang mengikuti perubahan suami karena hatinya telah berpaling ke perempuan lain dan menyebabkan isi kantung pun ikut berubah tujuan?  dan Apakah dia lupa?  Bahwa doa-doa istri juga yang Allah dengar sehingga kehidupan rumah tangga membaik????

Maafkan tentang teori perubahan isi dompet suami, karena saya emosi.  Tidak bisa sepertimu, Lisa.  Yang terus menghidupkan prasangka baik, betapapun berkali-kalinya keraguan muncul, perasaan terluka yang semakin dalam.  Menyadari lebih banyak mengabiskan waktu malam sendiri, sebab suami hampir selalu pulang menjelang pagi.

Puncak Sakit Hati Itu?

Disuatu ketika... Ceritamu sewaktu masih pagi saat suami sedang berada dihalaman rumah bersama putri kecil kalian.  Pukul sembilan pagi, telingamu menangkap bunyi SMS masuk dari ponsel suami.
Entah keberanian dari mana yang mendorongmu meninggalkan kesibukan di dapur sejenak, mengambil Handphone serta membuka SMS yang masuk.  Pengirimnya seorang perempuan.  Tertulis disana kata-kata yang tidak mungkin terlupakan seumur hidupmu.  Kata-kata yang membuat jantungmu berhenti berdetak.

‘Mas, mas terima kasih atas apa yang telah terjadi di antara kita.  Aku benar-benar tidak bisa melupakannnya.  Begitu indah tidur bersamamu.  Kuberikan sesuatu yang berharga yang kumiliki.  Aku berharap bisa mengayuh biduk bahtera rumah tangga ini bersamamu berdua....’

ALLAH.. sulit saya membayangkan perasaanmu yang sedang memasak dan berusaha keras mengendalikan emosi agar terlihat tetap tenang.  Dengan tangan gemetar dan berkeringat dingin, saat berpura-pura menjadi suamimu dan membalas SMS sehingga semua kebenaran terbuka.  Segala yang tida baik semuanya keluar....

Lisa, saya memahami bagaimana perasaanmu saat suami tidak mau mengakui meski sent item ditemukan kalimat-kalimat mesra yang menunjukkan hubungan mereka yang sudah begitu intim.  Namun..

Dimanakah hati seorang lelaki saat menyaksikan
hancurnya kebahagiaan seorang perempuan?
Saat istrinya berlari ke dalam kamar, mencoba mengunci dan melukai diri sendiri...
memutuskan nadi agar kehidupan berhenti?


“Saya kira, saya sudah akan mati, Mbak.  Saya sudah tidak peduli.  Selama ini tidak ada tempat mengadu karena saya tidak pernah menceritakan masalah dengan suami kepada Papa, Mama, dan pihak keluarga saya.

Untunglah Koko masuk mendobrak kamar dan meminta maaf atas semua kekhilafannya.  Untuk pertama kali ia menyatakan penyesalannya.  Sebenarnya saya tidak ingin memaafkan, saya ingin mati saja waktu itu.  Mungkin iman saya memang rendah.  Sungguh, saya hanya ingin mati... tetapi suara Ayunda yang menangis dan memanggil-manggil ‘Mama’ membuat saya terenyuh dan sadar.
Ah, saat itu saya memang benar-benar putus asa, sehingga lupa terhadap Ayunda.  Makin tersia-sialah dia jika saya tidak ada.  Astaghfirulloh... melihat tangis gadis kecil itu, saya tahu.. saya harus kuat dan bertahan hidup untuknya.”

Saya bersyukur Allah menerangi hatimu di detik-detik kritis itu.. seputus-putus asanya seorang perempuan, setidaknya janganlah memutuskan kehendak Allah.  Tidak mencabut nikmat kehidupan luar biasa yang telah diberikan kepada hamba-NYA.

Kabar terakhir

Saya tahu perjuanganmu belum berakhir Lisa..  Permohonan maaf yang dulu diucapkan sama sekali tak berbekas.  Perempuan-perempuan lain masih terus hadir.  Tentang perzinahan suami yang terus berlangsung dan sulit diceritakan satu persatu sangat sulit untuk Lisa ungkapkan.  Perzinahan dengan pelacur di Bandung, lalu dengan mahasiswi yang KKN, dengan teman sekantor... Banyak!

Keinginan untuk berpisah bukan tidak ada.  Apalagi selama ini Lisa tidak bisa bercerita kecuali kepada ibu mertua, yang sudah semakin tua dan nasihatnya pun tidak digubris si anak.

“Saya ingi berpisah dari suami, Mbak.  Tapi saya memikirkan anak, juga memikirkan karir suami.  Maklum, Mbak, suami saat ini memang punya karir yang bagus.  Saya tidak ingin gara-gara permasalahan ini, citra dan karirnya di pemerintahan jadi hancur.

Saya tidak pernah ingin bertengkar di depan anak, tetapi suami saya selalu memarahi saya di depan anak.  Sampai pernah suatu kali anak kami protes, “Papa, kok mayah-mayah sama mama teyus, kan kasihan”.  Bahkan disaat sedih dan menangis saya tidak pernah tampakkan dihadapan anak, kecuali yang sekali itu.

Kadang saya berpikir untuk membalas semua perselingkuhan suami, Mbak.. Rasa sakit... entahlah, saya nggak bisa cerita.  Rasanya airmata ini ingin keluar tetapi sudah kering.  Setiap menit, setiap detik, saya sudah tidak sanggup untuk hidup bersamanya.  Enggak kuat, Mbak.  Saya harus menyembunyikan kesedihan, menyembunyikan tangis.  Semua ditutupi agar keluarga tidak tahu.
Saya tidak ingin mereka membenci Koko. Bukan, bukan semata karena Koko adalah suami saya.  Tetapi karena dia ayah dari Ayunda..

Perempuan..... betapa pun luka hati.  Masih memikirkan kepentingan laki-laki yang dicintai.  Meski laki-laki itu telah jauh dari memberikan kasih dan sayang.. serta perlindungan.  Kabar terakhir yang diketahui Lisa menderita andromium dan batu di kantung empedu.  Penyakit yang saat iman terasa lemah, kadang menggodanya untuk berharap cepat dipanggil Tuhan.

“Tentang penyakit ini, saya tidak ingin dioperasi karena saya tidak ingin sembuh.  Biarlah saya mati dengan penyakit ini lebih cepat dari pada bunuh diri.  Suami sendiri sepertinya tidak peduli dengan kesehatan saya, Mbak.  Dia tahu tapi tidak pernah menanyakan kondisi saya.  Hanya sekali komentar, ‘Perlu dioperasi enggak? Mahal dong! Usahalah bagaimana mengurusi diri sendiri, kami kaum laki-laki tau isteri sakit-sakitan, ibarat tanah merah belum kering pun pasti sudah cari pengganti dan kawin lagi!!’

Tapi tidak apa.  Itu justru bagus, menandakan ketidakperhatiannya kepada isteri.  Menambah harapan, agar Allah cepat mencabut nyawa.  Kalaupun saya harus mati saya hanya berharap agar Ayunda nantinya bisa mendoakan Ibunya.  Bisa dididik saudara ipar atau ibu mertua.
Saya selalu berdo’a, Mbak... agar anak saya kelak hidupnya tidak seburuk hidup Mamanya.  Saya ingin hidupnya layak disayang, dicintai, dihormati, serta dihargai oleh suami.  Saya ingin dia mendapat takdir yang baik yang tidak saya dapatkan...........

Makasih banget, Mbak.. sudah memberikan ruang buat saya curhat melepaskan segala sedih dihati.  Terima kasih ya, Mbak.. sudah mau menyayangi saya.  Saya berharap bisa mendapatkan banyak kasih sayang dari semua orang, termasuk cinta dan kasih sayang yang telah hilang darinya.”

Lisa, di mana pun kamu berada.. semoga Allah memberikan ketegaran, kekuatan, dan kesabaran serta kesembuhan dari penyakitmu.  Semoga pelangi itu Allah hadirkan dari arah yang lain dan menjadi penghibur di hari-hari mendung seperti ini. Amin Yaa Rabbal’alamin. (RED.A-N)

Sabtu, 25 Februari 2012

Karena Sabar itu tidak ada batasannya


Assalamualaikum, Wahai Wanita makhluk terindah ciptaan Allah SWT..
Sesungguhnya tiadalah berarti keilmuan yang tinggi tanpa kesabaran yang tinggi pula dalam mengarungi kehidupan ini.  Saya bukanlah seorang ustadzah atau wanita yang terlahir dalam lingkungan religi yang paling bagus.  Namun saya berusaha menuliskan pengalaman kejadian disekitar dengan menjadikan sebuah teks bacaan untuk khalayak ramai khususnya para perempuan.  Mungkin saja saat ini sedang bersedih atau kalaupun sedang berbahagia, semoga kisah yang dipaparkan bisa menjadi sebuah renungan bagaimana mempertahankan kebahagiaan dalam hati.

Mari kita simak pada tulisan pertama..

Sebuah Pertemuan
Jika ada seseorang perempuan di dunia ini yang bisa menjamin dirinya tidak akan pernah bertemu dengan laki-laki (begitu sebaliknya) adalah suatu hal yang sangat keliru.  Meski pernah sakit hati sebelumnya dan telah berjanji akan membenci laki-laki manapun, tetap saja cobaan itu kan terus datang.  Ntah, apa yang salah dari laki-laki tapi tidak dengan wanita satu ini.  Sebut saja dia Fha.  Wanita tamatan S1 Hukum itu pernah tak menyadari kalau ternyata dirinya telah ternodai.  Mungkin saat itu ia terlalu yakin akan komitmen yang pernah di sepakati bersama kekasihnya tanpa mengingkari pula adanya cinta yang sangat besar mendekap diantara mereka.  Hingga pada akhirnya lepas lah tameng perlindungan yang selama ini ia jaga ditangan lelaki yang sangat dicintainya itu. 
Lepas bukan berarti bahagia justru berganti bencana.  Bayangkan bagaimana perasaan Fha yang selama ini rela melepaskan kekasihnya itu belajar diluar negeri dalam kurun waktu yang dirasa cukup lama kini telah berubah.  Munculnya konflik dan ancaman akan dibeberkan semua kejelekan Fha selama berpacaran dan menyebarkan foto-foto tak pantas atas kekecewaan penghianatan cinta sebagai tuduhan untuk Fha.  Masyallah, 3 tahun cukuplah menyiksa batin dan pikirannya, kenapa harus ditambah lagi dengan cobaan ini?
“Akankah lelaki ini benar-benar menghargai kesetiaanku?” Fha membathin.  Serahkan semuanya pada Allah.  Begitu kata kakak dan seluruh keluarga menyuport Fha.  Cincin pertunangan masih erat melingkar dijari manis Fha dan digenggam erat olehnya.

Bicarakan Semuanya, Aku ikhlas..

“Pekerjaan yang didapat ini sesungguhnya memang karunia dari Allah SWT untuk Fha, mbak.  Tapi itupun tak luput dari bantuannya Mas Bayu juga..”. Fha mengutarakan kegundahannya kepada kakak sulungnya.  Sebelum ditinggal kekasihnya studi diluar negeri, memang Fha mendapatkan pekerjaan menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil berkat bantuan dari Bayu (Nama kekasih Fha).
“Tapi kata-katanya itu sungguh keterlaluan, Fha!  Mbak gak nyangka segitu teganya dia ancam kamu! Apa gak bisa dibicarakan baik-baik dengan cara kekeluargaan??” Mendengar perkataan itu Fha bungkam.  Ia memahami watak kakaknya ketika marah, tapi ia pula memahami ini hanyalah sebuah kesalahpahaman.  Mas Bayu salah paham tentang hubungannya dengan Aa Hanif.  Sebagai mantan  pacar, Aa Hanif memang sangat baik dan masih menjaga hubungan baik dengan keluarga Fha meskipun hubungan itu telah lama berakhir.  Memang Aa Hanif terkadang masih sering menanyakan hati yang dimilik Fha terhadapnya, tapi tetap saja bayangan Mas Bayu melekat diingatan. 

“Gak, Aa.. Fha tetap mensyukuri kekasih yang telah Allah beri untuk Fha dengan menerima segala kekurangan dan kelebihan dari Mas Bayu.  Fha mencintai Mas Bayu.”

“Tapi bagaimana dengan fitnah yang telah ia tudingkan kepadamu?  Asal kamu tau, Aa siap menerima ade kembali jika memang dia tega melepaskanmu, de.”

“Tenang dulu Aa.. Doakan saja semoga ini cepat selesai dan tidak menjadi masalah yang pelik untuk Fha hadapi”.  Fha begitu tegar mempertahankan kesetiaannya.
Sebuah SMS ia layangkan ke nomor ponsel milik Bayu.

Assalamualaikum, Mas Bayu tercinta..
Sungguh malam-malam yang aku lalui tidaklah sempurna tanpa mengetahui bagaimana kabarmu disana.  Fha sangat mencintai Mas Bayu, berharap Mas jangan pernah tinggalin Fha.  Kalau ada masalah yang kurang berkenan, tolong bicarakan semuanya sama Fha ya, Mas.  Insyallah Fha ikhlas.. Cepat selesaikan Studinya, mas.  Fha disini tetap setia menunggu kedatangan Mas Bayu.  Peluk Cium kangen selalu untuk Mas.  Wassalam.



Jika Cerita itu Benar, Mungkin Hanyalah Sebuah Kekhilafan dan Fha Tetap Ikhlas Memaafkan Mas Bayu..

Sesungguhnya permasalahan ini telah lama disadari walaupun Mas Bayu menutup rapat, tidak pernah membahas persoalan itu kepada Fha.  Tak bisa pula ia menyalahkan wanita yang telah terlanjur hadir dihati kekasih yang sangat dicintainya.  Jika cerita itu benar, biarlah.  Berarti memang sudah menjadi kekhilafan Mas Bayu saat merasa jauh dari dirinya dan butuh tempat berbagi.  Bagaimana mungkin kuatnya seorang Fha bertahun-tahun mempertahankan keutuhan hubungan pertunangannya dengan Bayu, saban hari diacuhkan baik dari SMS, Telpon, Maupun Email. 
“Astaghfirullohaladzhim, Yaa Allah.. Cobaan apalagi ini? Kuatkan Fha , Yaa Allah.. Tunjukkan yang terbaik”.  Fha menitikkan air mata kesedihannya.  Sekali lagi ia pasrah terhadap keputusan Allah.  Berbulan-bulan Fha bersabar, Tahajud dan Istikharah mengharap Ilahi menjawab semua permohonannya.  Seperti mendapat sebuah pencerah, Fha akhirnya bisa mencoba menutup auratnya dengan memakai jilbab. 
Subhanallah, Sungguh wanita ini memang Cantik!

Waktu pun terus bergulir dan dijalani Fha dengan penuh keikhlasan.  Mungkin Kuasa Allah yang telah membukakan mata hati dan pikiran Mas Bayu yang ternyata selama ini masih memperhatikan perkembangan kehidupannya.  Berkat kesabaran dan keyakinan akan berubahnya sikap Mas Bayu kini telah membuahkan hasil.  Mas Bayu telah meminta maaf atas kesalahpahamannya dan bertekad akan menunaikan janjinya untuk menikahi gadis yang sejak dulu ia cintai, yaitu Fha.  Saat Mas Bayu pulang ke tanah air meski hanya untuk suatu penelitian studinya, waktu yang singkat itu tak dibuang percuma.  Lalu dilamarlah gadis yang bernama Raudhatul Fhauziah itu dalam pertalian suci untuk dijadikan sebagai isteri, pendamping hidupnya.

Subhanallah, begitu tegarnya wanita seperti Fha.  Lalu munculah pertanyaan seperti, apa kesalahan pertama itu selamanya menuai hukuman berkepanjangan seperti yang demikian terjadi?
Jawabannya adalah sepanjang kehidupanmu kesalahan itu akan terus ada dan semuanya dapat diatasi dengan keimananmu yang berbuah kesabaran penuh rasa ikhlas.  Setiap manusia pasti ada salah dan khilaf.  Namun yang perlu digaris bawahi adalah mensyukuri apa yang telah dimiliki dan menjaganya dengan sebaik-baik kehormatan adalah hal yang patut dijadikan perenungan.  
Tidak mudah bagi seorang wanita menyerahkan seluruh yang ia miliki tanpa ada komitmen pada mulanya.  Tapi sebaiknya pula jangan dijadikan sebuah panutan tentang hubungan pra nikah meskipun telah berkomitmen seperti adanya pertunangan.  Mendengarkan, melihat, dan merasakan itu memang perlu, akan tetapi patutlah kita dapat menjaga hati dan lisan kita bagaimana semestinya bertingkah yang menyenangkan bagi pasangan kita. 
Untuk mereka yang sudah terlanjur larut dalam kekhilafan.  Bertaubatlah.  Allah tak pernah menutup pintu maaf apabila bersungguh-sungguh kembali kejalan yang benar.  Sesungguhnya wanita itu mulia dan baik hatinya, sama dengan laki-laki yang penuh dengan kasih sayang.  Alangkah baiknya setiap kesalahan yang pernah terjadi diungkapkan dan dibicarakan baik-baik kepada pasangan kita.  Dikehidupan yang tidak sempurna ini cobalah dijalani dengan cara yang sempurna.  Karena kita tidak pernah mengetahui bagaimana kehidupan esok,  Sudahkah kita meminta maaf atas kekhilafan kecil maupun besar kepada pasangan kita?  Wallahualam.

-Erliza furi-
Karena Sabar itu tidak ada batasannya.